Ketua Adat Ditangkap karena Jual Tanah Ulayat di Hutan Lindung: Polda Riau Ungkap Kejahatan Lingkungan Besar di Kampar
Cerita Riau- Riau kembali diguncang oleh kasus perambahan hutan yang menyeret Ketua adat ke meja hukum. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menangkap seorang ketua adat berinisial DM, bersama tiga orang lainnya, karena diduga terlibat dalam jual beli tanah ulayat yang ternyata berada di kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
Penangkapan ini terjadi di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, dan menjadi sorotan publik karena pelaku utama adalah tokoh adat yang seharusnya menjaga dan melestarikan lingkungan, bukan justru terlibat dalam merusaknya.
Jual-Beli Tanah di Kawasan Hutan: 60 Hektare Rusak, Ribuan Hektare Terancam
Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, dalam konferensi pers di lokasi kejadian menegaskan bahwa kawasan yang diperjualbelikan termasuk dalam wilayah hutan lindung Batang Ulak dan hutan produksi terbatas Batang Lipai, yang secara hukum tidak boleh dialihfungsikan untuk kepentingan pribadi atau komersial.
“Ini bukan sekadar pelanggaran biasa. Ini adalah bentuk ekosida, kejahatan luar biasa terhadap alam dan kehidupan generasi mendatang,” tegas Irjen Herry, Senin (9/6/2025), dengan nada prihatin.
Menurutnya, pembukaan lahan yang dilakukan oleh para tersangka telah merusak sekitar 60 hektare hutan yang selama ini berfungsi sebagai penyangga ekosistem penting. Dampaknya tidak hanya akan dirasakan hari ini, tetapi juga akan membebani anak cucu masyarakat Riau di masa depan.
Baca Juga : Pemerintah Kabupaten Resmikan Jalan Legendaris
Satgas Khusus Dikerahkan, Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Penindakan ini dilakukan sebagai bagian dari Operasi Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH), yang melibatkan gabungan personel dari berbagai satuan: Krimsus, Krimum, Brimob, Intelkam, dan Binmas.
“Hampir enam jam perjalanan kami tempuh dari Pekanbaru ke lokasi ini. Tapi ini bukan soal jauhnya jarak, ini soal komitmen menjaga lingkungan dan menegakkan hukum. Siapa pun pelakunya — apakah itu oknum aparat, pejabat desa, atau bahkan tokoh adat — akan kami tindak tegas,” tegas Kapolda.
Ia juga menekankan bahwa pendekatan penegakan hukum ini dilakukan secara transparan, terbuka, dan adil, serta menjadi bentuk nyata kolaborasi antara Polda Riau dengan Jikalahari, KLHK, dan Forkopimda di semua level pemerintahan.
Kronologi Pengungkapan Kasus: Dari Laporan Warga hingga Penangkapan Beruntun
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan di kawasan hutan lindung.
Di lokasi, mereka mendapati aktivitas pembukaan lahan dan bertemu dengan seorang penjaga kebun bernama Suhendra.
Dari hasil pemeriksaan, MM mengaku mendapatkan lahan tersebut dari pria berinisial B, dengan sistem bagi hasil: 70 persen untuk MM, dan 30 persen untuk B. Polisi lalu mengamankan MM pada 24 Mei 2025 di kediamannya, dan memburu B serta DM.
Ketua Adat Terlibat: Mengklaim 6.000 Hektare Tanah Ulayat di Hutan Lindung
Tak hanya DM, polisi juga menangkap pelaku lain berinisial MJT, yang memiliki lahan seluas 10 hektare. MJT membeli tanah itu dari orang berinisial R, yang kini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang) dan masih diburu oleh kepolisian.
Dampak Lingkungan Serius: “Ini Pembunuhan Ekosistem”
Irjen Herry menyebut apa yang dilakukan para pelaku bukan sekadar pelanggaran administratif atau konflik agraria.
Komitmen Bersama: Alam Harus Dilindungi, Bukan Dijual
Polda Riau menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan adalah prioritas utama. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi siapa saja yang mencoba menyalahgunakan kekuasaan adat atau jabatan untuk kepentingan pribadi.
“Ini bukan akhir, tapi awal dari komitmen kami untuk menjaga hutan Riau dari pembabatan liar. Semua pelaku, dari lapangan hingga dalang di balik layar, akan kami kejar,” pungkasnya.
Akhir Kata: Alam Adalah Warisan, Bukan Komoditas
Kasus ini menyadarkan kita semua bahwa hutan bukanlah aset untuk diperjualbelikan, melainkan warisan untuk dilestarikan. Apa yang terjadi di Desa Balung menjadi pelajaran penting: jika hukum adat tidak lagi menjaga alam, maka hukum negara akan turun tangan.
Semoga penegakan hukum ini menjadi titik balik bagi perlindungan lingkungan di Riau dan Indonesia secara keseluruhan.